Sinopsis: Pergaulan pabrik dalam hal seks kabarnya lebih
berani daripada anak gaul di perkotaan. Di antara para karyawati, ada satu
gadis manis yang menjadi primadona di pabrik itu. Sebagai atasan, Sugala
Tjahyadi tidak menemui hambatan dalam melakukan pendekatan. Dengan obat bius,
Linda berhasil diboyong ke Cottage.
Aku lebih senang mengangkat pengalaman pribadiku yang mungkin sebagian orang
menganggapnya dunia pinggiran, karena tidak ada bahasa asing (biar kelihatan
exclusive dan Bonafide), tidak ada kata atau kalimat yang menyulitkan yang
bikin orang buka kamus, karena di lingkungan aku kerja banyak sekali mpok-mpok,
mbak-mbak, mas-mas, yang pendidikannya pas-pasan, hanya sekedar bisa baca dan
menghitung gaji setiap hari Sabtu. Nah yang ini perlu sekali diketahui oleh
seluruh pembaca supaya wawasan tambah luas, dan rasa sosialnya semakin
bertambah.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pergaulan pabrik dalam hal seks lebih berani
daripada 'anak gaul' di perkotaan. Aku sebagai pengawas kadang-kadang ingin
juga menikmati keringat anak buahku yang tidak kenal parfum. Hanya saja aku
kuatir tidak dapat bertindak adil kepada seluruh karyawan/ti, kalau saja
perhatian dan penilaianku bukan berdasarkan pekerjaan malah berdasarkan bisa
atau tidaknya 'dipakai'. Lagian aku tidak mau dimanfaatkan oleh anak buahku
hanya karena mencicipi nikmat sesaat. Jadi aku hanya dapat melihat pergaulan
anak buahku yang rata-rata berani. Di depan umum saja seenaknya main tepuk
pantat karyawati yang bahenol, bagaimana kalau di tempat tersembunyi? Entah,
sudah beberapa pasang anak buahku yang menikah karena 'kecelakaan', dan entah
sudah berapa pasang yang disidang oleh security karena tertangkap 'mojok'.
Tapi dari sekian ratus karyawati ada seorang yang menjadi primadona, namanya
sebut saja Linda. Belum lama jadi karyawati, pernah berkerja sebagai kasir di
NAGA swalayan, pendidikannya termasuk lumayan untuk ukuran buruh yaitu SMEA,
wajahnya sepintas mirip Iis Dahlia penyanyi dangdut kenamaan (Kenal nggak..?).
Pokoknya cantik, hidungnya mancung, bibirnya sensual dan berkumis halus. Alis
matanya tebal rapih tanpa cukuran, rambutnya hitam sebahu, kulitnya putih
bersih, dadanya perkiraanku 36B. Cuma sayangnya pantatnya kurang bahenol,
meskipun pinggangnya ramping, tapi justru berdasarkan pengalamanku pantat yang
model begini yang dapat memberikan kepuasan maksimal dalam persetubuhan.
Biasanya yang pantatnya bahenol cuma enak dipandang tapi kurang sip untuk
dinikmati.
Linda tidak sombong dan mudah bergaul dengan siapa saja, murah senyum, dan
kelihatannya 'jinak'. Gaya bicaranya seperti menggoda. Aku sendiri setelah
berpikir panjang akhirnya mengambil keputusan untuk mendekatinya. Pendekatan
pertama waktu jam istirahat. Kebetulan dia sedang makan di kantin, dan hanya
ada beberapa orang saja yang makan di situ (mungkin harganya mahal, sehingga
sebagian besar karyawan/ti makannya di luar pabrik).
"Mari makan, Pak..!" Linda langsung berbasa-basi ketika aku datang.
"Terima kasih..," aku menjawab tawarannya dan langsung memesan
makanan dan minuman.
Kami terlibat dalam obrolan yang mengasyikan sampai tak terasa jam istirahat
berakhir. Aku membayarkan semua makanan termasuk teman-teman Linda (yang begini
aku sudah biasa, jadi teman-teman Linda tak curiga sedikitpun bahwa aku ada
maksud tertentu).
Ternyata makan siang itu adalah awal dari segalanya. Aku jadi sering 'sengaja'
makan siang di kantin supaya dapat memandang wajahnya yang cantik. Dan pada
pertemuan yang kesekian kalinya aku mencoba mengajaknya makan di luar. Ternyata
dia ok saja, bahkan waktu aku tawarkan untuk menjemput di rumahnya, dia malah
tidak mau, dan minta dijemput di tempat yang dia tentukan. Wah, aku sih tambah
senang jadi tidak 'terikat'.
Sore itu sepulang jam kerja, aku menemuinya di tempat yang telah dijanjikan.
Ternyata dia sudah ada di sana. Penampilannya kali ini jauh berbeda dengan
penampilannya saat kerja. Jeans dan kaos ketat yang dipakainya membuat jakunku
naik-turun. Bagaimana tidak? Buah dadanya yang memang besar seperti mau loncat
dari dadanya.
Sepanjang perjalanan aku tak dapat berkonsentrasi menyetir. Pikiranku dipenuhi
dengan 'permainan' seks yang akan kami lakukan, serta kenikmatan yang sebentar
lagi kurasakan. Tapi aku juga agak takut bila dia menolak. Akhirnya aku
belokkan mobilku ke arah rumah makan Kalasan untuk pendekatan lebih dalam. Kami
mengobrol tak tentu arah bagai sepasang kekasih. Juga tentang ekonomi
keluarganya yang morat-marit sejak ditinggal pergi ayahnya. Bahkan selesai
makan dan aku membayar Rp 80.000,- dia agak terkejut.
"Wah, sayang banget, Pak..! Makan begitu saja 80.000..."
"Memangnya kenapa..?" aku balik bertanya.
"Ah, nggak sih. Saya jadi ingat adik saya yang belum bayar SPP 3
bulan."
Aku baru mengerti bahwa meskipun dia tidak kentara seperti orang susah, tapi
sesungguhnya dia amat tersiksa dengan jerat kemiskinan yang dialaminya. Aku
jadi tergugah mendengarnya.
"Memang berapa SPP adik kamu sebulan..?"
"40.000" jawabnya pendek.
Aku keluarkan dompetku dan memberikan Rp 200.000,-
"Nih, untuk bayar SPP adik kamu."
"Nggak usah, Pak..!" dia bersikeras menolak.
Aku sedikit memaksanya dan akhirnya dia menerima.
"Tapi, Bapak Ikhlas dan tanpa pamrih..?"
"Iya..," meskipun ada sedikit pamrih, kan tidak mungkin aku
ungkapkan, batinku dalam hati.
Setelah makan, Aku mengajaknya ke pantai dan duduk berdua ditemani riak
gelombang dan semilir angin yang menerpa wajah kami.
"Lin, kalau sedang berdua begini, kamu jangan panggil 'Bapak'. Panggil aja
'Kakak', ok..?"
"Eh, ya Pak. Eh.. ya Kak."
Aku melingkari tanganku di pundaknya, dia tampak sedikit grogi.
"Jangan Kak, Linda malu..," tangannya berusaha menepis tanganku.
"Tidak mengapa, kan nggak ada orang."
"Tidak! Linda tidak mau."
Aku mengalah dan hanya mengobrol saja.
"Memangnya kamu belum pernah pacaran..?" tanyaku.
"Sudah, tapi belum pernah sedikitpun Linda bersentuhan dengan pacar
Linda."
Aku menangguk mengerti. Berarti gadis ini masih suci, otak iblisku langsung
berfikir keras.
"Sebentar ya, Lin. Kakak mau cari minuman dulu."
Aku beranjak, dan membeli 2 kaleng sprite di counter-counter yang banyak
bertebaran di pinggir pantai. Kukeluarkan serbuk perangsang yang kusiapkan dari
rumah, dan kutaburkan di minumannya.
"Lin, ini minumannya..," aku menawarkan.
Tanpa curiga sedikitpun Linda langsung meminumnya. Aku tersenyum dalam hati.
Tak lama reaksinya mulai kelihatan. Aku lihat tubuhnya berkeringat.
"Kak, kepala Linda agak pusing. Pulang yuk..!"
"Baru jam 07:00, ntar aja yah..?"
Linda semakin banyak meminum sprite yang sudah kutaburkan serbuk, dan mungkin
akibat terlalu banyak Linda tak sadarkan diri. Aku sedikit panik. Aku segera
memapahnya ke Cottage terdekat. Aku diam sejenak memikirkan apa yang harus
kulakukan.
Mumpung dia tak sadar, aku segera melepaskan kaos ketat yang dipakainya. Tampak
branya sudah tak cukup menampung buah dadanya yang besar dan putih. Bulu
ketiaknya sangat lebat dan hitam, kontras dengan kulitnya yang putih. Nafasku
semakin memburu terbawa nafsu. Kulumat bibirnya yang sensual, kuciumi lehernya,
kupingnya dan seluruh tubuhnya hingga Linda bugil tanpa sehelai benang pun
melekat pada tubuhnya. Sambil melepas pakaianku sendiri, aku memandangi
keindahan tubuhnya, terutama buah dadanya dan kemaluannya yang amat rimbun.
Setelah sama-sama bugil, aku kembali mencumbunya, meskipun dia belum siuman dan
seperti orang mati tapi aku tak perduli. Kugunakan kesempatan ini dengan
sebaik-baiknya. Putingnya yang kemerahan kulumat dengan rakusnya, kuhisap
dalam-dalam. Lidahku menari-nari menelusuri keindahan lekuk-lekuk tubuhnya.
Aroma ketiaknya yang khas tanpa parfum pun tak luput dari ciumanku, sampai pada
lipatan pahanya yang penuh dengan hutan rimbun. Lidahku menyibak rerumputannya,
dan tampak segaris kemaluannya yang kelihatannya masih rapat. Lidahku terus
mencar-cari klitorisnya.
Setelah ketemu, lidahku mengitarinya dan kadang menghisap lembut, sampai aku
sendiri sudah tak tahan dan dengan kuat kuhisap klitorisnya. Aku terkejut.
Ternyata rambutku tiba-tiba ada yang meremas kuat.
"Ahhh.., terus Kak..!" Linda ternyata sudah siuman dan mulai merasa
keenakan.
Aku semakin semangat. Jari-jariku langsung bergerak ke arah buah dadanya dan
kupilin-pilin kedua putingnya, sementara lidahku semakin asyik mendorong untuk
masuk ke liang kemaluannya. Tapi sungguh sulit sekali rasanya. Kemaluannya sama
sekali tidak ada lubang.
Linda semakin merintih tidak karuan. Secara reflek tangannya mencari pegangan.
Kuarahkan senjataku yang sudah meregang kaku ke jarinya, dan Linda dengan
kuatnya menarik senjataku. Aku merasakan kenikmatan. Percumbuan kami kian
panas. Lumatan bibirku di bibirnya disambut dengan rakusnya. Sepertinya Linda
benar-benar terpengaruh kuat oleh obat yang kuberikan. Bahkan dia sudah
mengangkangkan pahanya dan membimbing senjataku untuk memasuki lembahnya, dan
menarik pinggulku agar senjataku terdorong. Tapi aku mencoba menahannya karena
aku yakin Linda masih dalam pengaruh obat. Aku menarik nafas panjang dan
menenangkan debar jantungku.
Linda terus memaksa... Aku semakin bimbang. Bagaimanapun juga aku masih punya
nurani. Aku tak mau merusak kegadisan orang, apalagi sampai merusak masa
depannya. Aku kuatkan hati dan bangkit dari lingkaran nafsu yang telah
membelenggu kami berdua. Aku ambil air segayung dan menyiram kepalaku dan
kepala Linda. Nafsuku yang sudah memuncak langsung drop, dan Linda sendiri
kelihatannya mulai sadar, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Oh, apa yang terjadi..?" Linda panik, bangkit dan memukul dadaku.
Aku mencoba bersabar.
"Kakak jahat.." Linda semakin kencang memukulku, aku merangkul
tubuhnya.
"Sabar sayang, semua belum terjadi."
"Tapi tubuh Linda sudah kotor. Kakak kejam menjebak Linda."
"Siapa yang menjebak Linda?"
Setelah suasana agak reda, aku baru menjelaskan kepadanya (tentunya berbohong)
bahwa semua yang terjadi adalah kehendak dia sendiri yang memancing gairahku.
Bahkan aku malah yang menolaknya, dan memang Linda dalam keadaan setengah sadar
dan seperti bermimpi juga mengiyakan bahwa aku yang menolaknya.
Sejak kejadian itu Linda semakin akrab denganku. Meskipun akhirnya dia tahu
bahwa aku sudah mempunyai pacar yang sudah seperti istri, tapi dia tidak dapat
melupakanku karena aku yang pertama menjamah tubuhnya.
Ternyata aku orangnya gampang jatuh cinta, tapi gampang juga bosan. Hubungan
yang semakin erat dengan Linda dan hanya sebatas (maksimal) oral, membuatku
jenuh, sementara untuk bertindak lebih dari oral aku tidak berani karena
terbentur virginitas yang kuanggap masih perlu dijunjung meskipun hanya sekedar
untuk membuktikan kepada suaminya bahwa dia dapat menjaga diri.
Sebenarnya aku lebih suka dengan Linda dari pada pacarku yang sebentar lagi
akan married denganku, tapi kan tidak mungkin aku memalingkan seluruh hidupku
kepada Linda, sedangkan pacarku sudah jalan hampir 5 tahun denganku. Kesetiaan
serta pengorbanannya sudah benar-benar teruji selama kurun waktu tersebut dan
hubungan kami sudah seperti suami istri. Untunglah Linda pun mengerti dan
menyadari konsep pemikiranku, hingga secara perlahan Linda mulai menjauh dan
mendapatkan penggantiku. Meskipun hatiku sempat panas juga melihat dia mesra
dengan lelaki lain tapi aku harus iklas (Selamat berbahagia Linda).
Kembali aku menjalani rutinitas kehidupanku sehari-hari yang sangat menjemukan,
hingga akhirnya aku menemukan sesuatu yang baru dan benar-benar baru dalam
kehidupanku. Waktu itu aku sedang santai membaca iklan di harian Poskota untuk
menukar mobilku. Tak sengaja aku melihat iklan panti pijat dan dari sekian
puluh iklan, ada beberapa yang menyediakan pijat khusus untuk wanita dengan
tenaga pria. Aku berpikir pasti ini iklan gigolo terselubung. Aku langsung
mendapatkan ide untuk mengiklankan diri. Uang dapat, seks dapat. Wah, pasti
asyik. Hari itu juga aku langsung pasang iklan dengan nomor pager dan HP untuk
terbit besok.
Semalaman aku tak dapat tidur memikirkan pengalaman baru apa yang akan kualami
besok, hingga tanpa sadar aku jatuh tertidur.
"Kring..." Suara weker di kamarku mengagetkanku.
Buru-buru aku mematikan dering weker yang selalu setia mengingatkanku untuk
disiplin dalam kerja. Aku duduk sejenak untuk menyesuaikan tubuh dan jiwaku ke
alam pagi yang cerah. Aku teringat bahwa hari ini aku pasang iklan. Cepat-cepat
kuaktifkan HP dan pagerku. Sekian menit kutunggu tak ada yang masuk.
"Ah, mungkin masih terlalu pagi," pikirku.
Memang sih saat ini baru pukul 06:00 pagi. Tidak mungkin ada orang yang butuh
di 'pijat'. Aku tersenyum sendiri dan langsung menuju kamar mandi untuk
siap-siap ke kantor.
Waktu yang berjalan di kantor terasa lama sekali. Mungkin akibat aku terlalu
mengharap order masuk. Sekitar pukul 10:00, melodi JIKA-nya Melly berkumandang
di HP-ku. Aku lihat sepintas nomor si penelpon tidak kukenal.
"Hallo..," sapaku seramah mungkin.
"La..! Gimana sih pesanan gua belum dikirim."
Aku kaget setengah mati. Ternyata yang ngebel adalah Pak Daniel teman bisnisku
yang paling akrab dan menanyakan sikat gigi hotel pesanannya.
"Lho, Pak Daniel dimana..?"
"Gua lagi di rumah saudara nih. Gimana, udah ada kabar belum..?"
"Eh ya, besok kayanya baru bisa kirim. Itupun sore..!" jawabku.
"Yah wis, gua tunggu yah. Jangan sampai gagal lagi..!"
"Iya! Beres boss!"
"Iya wis, thank's yah..!"
Aku jadi geli sendiri. Aku pikir ada 'order', tidak tahunya order juga sih,
tapi bukan yang lagi kutunggu. Tak lama gantian pagerku bergetar. Aku segera
membaca pesan yang tertera."Hubungi saya di 546xxxx. Saya tertarik dengan
Anda." pengirimnya Ibu Ella.
Aku bersorak gembira dan tak buang waktu lagi, kuhubungi juga saat itu dari
ruangan kantorku.
"Hallo..," terdengar suara wanita di gagang telponku.
"Selamat siang. Bisa bicara dengan Ibu Ella..?"
"Dari mana yah..?"
"Dari Rudy, Bu..!" (Oh ya aku iklan pakai nama Rudy)
"Oh ya. Kamu masih kuliah atau kerja..?"
"Saya sudah kerja, Bu..!" jawabku sopan.
"Eh, jangan panggil saya Ibu. Panggil aja Tante, ok..?"
"Iya, Tante."
"Kamu udah lama jadi pemijat..?"
"Baru ini kali, Tante.." jawabku jujur.
"Usia kamu berapa..?"
"26, Tante."
Obrolan kami semakin ngalor ngidul, bahkan Tante Ella menanyakan size aku
segala. Pokoknya semua data tentang aku dikorek habis-habisan. Dan sepertinya
dia puas dengan data diriku. Bahkan dia mulai membuka data dirinya, bahwa dia
adalah istri seorang pria kaya raya yang mempunyai banyak perusahaan. Akhirnya
kami sepakat untuk bertemu di apartemennya (sewa atau beli aku tidak tahu) di
daerah Ancol, Jakarta utara.
Tepat jam 11:00 siang aku keluar kantor. Dengan alasan dinas luar aku memacu
mobilku. Sampai di lobi apartemennya, aku mencari-cari Tante Ella yang katanya
memakai jeans, dan kaos biru.Sampai mataku lelah memandang, aku belum dapat
menemukan sosok yang kucari. Aku mulai putus asa. Satu jam sudah aku menunggu,
namun baru saja aku beranjak dari bangku dan ingin pulang, pundakku ditepuk
seseorang.
"Rudy, yah..?"
Aku berbalik, dan ternyata sosok yang kucari sudah di depan mata. Celana jeans
dan kaos ketat biru. Tapi alamakkkk. Wajahnya sudah banyak keriput, kutaksir
usianya 50-an. Kaos ketatnya banyak tonjolan-tonjolan lemak di pinggang dan
perutnya, dan yang bikin aku shock orangnya pendek dan gemuk.
"Kenapa, nggak suka..?" suara Tante Ella menyadarkanku dari
keterkejutanku.
"Ach, nggak. Tante cantik," ujarku melawan kata batinku.
Tante Ella mengajakku minum di pinggir kolam renang yang tersedia di apartemen
situ. Obrolan kami ngalor ngidul, sementara aku berusaha tidak membuatnya
kecewa dengan segala kebohonganku.Akhirnya acara puncak pun tiba. Tante Ella
menggiringku memasuki apartemennya yang luas. Aku masih bingung dan seperti
orang bodoh, sementara Tante Ella sudah membuka seluruh pakaiannya hingga
bugil, dan tengkurap di ranjang. Dengan tangan gemetar aku mulai melakukan
pijatan-pijatan lembut di pundaknya. Tapi rupanya Tante Ella memang niatnya
'main' dari awalnya. Makanya baru 2 menit aku melakukan pijatan, tante Ella
langsung mengerjai tubuhku. Kemeja dan celanaku sudah melayang ke lantai, dan
sebagai wanita cukup umur Tante Ella paham sekali mana daerah sensitif lelaki.
Kini aku yang berbalik dipijatnya. Sapuan lidah Tante Ella yang basah di
sekujur tubuhku membuatku lupa. Nafsuku yang tadinya drop perlahan mulai
bangkit. Senjataku yang sudah tegang dilumatnya dan tanpa permisi lagi Tante
Ella langsung menaiki tubuhku dan menduduki senjataku yang sudah mengacung.
"Sleeep..," senjataku memasuki liang kewanitaan Tante Ella.
Lumayan seret. Kupejamkan mataku membayangkan bahwa yang berada di atasku
adalah Nafa Urbach, sementara Tante Ella semakin ganas bergerak liar dan
menggoyangkan pinggulnya sambil menjilati dadaku.
"Ufh..," nikmatnya luar biasa.
Aku mencoba bertahan. Dan tak lebih dari 10 menit seluruh tubuh Tante Ella
seperti bergetar dan mengejang melepaskan orgasmenya yang pertama.
"Accchh, Rud..,"
Tante Ella merebahkan tubuhnya di sampingku. Aku yang ingin segera menuntaskan
hasratku memeluk tubuhnya. Namun nafsuku mendadak drop kembali saat kenyataan
yang aku rasakan di tanganku tidaklah kencang dan kenyal, tapi lembek dan penuh
lemak. Nafsuku drop. Senjataku secara perlahan mengecil kembali. Aku rebah di
samping tubuh Tante Ella dan memandang langit-langit sambil merenungi yang baru
saja terjadi.
"Tit..." pagerku yang berada di kantong celanaku yang berhamburan di
lantai berbunyi sekali, pertanda ada pesan yang belum terbaca.
Aku segera melompat dari ranjang dan membaca pesan yang masuk.
"Saya tertarik dengan anda, harap hubungi saya di 424xxxx dari
Yenny."
"Kenapa, Rud..? Ada order lagi yah..?" rupanya Tante Ella sudah
bangkit dari kelelahannya.
"Ah nggak, Tante. Kebetulan saja ada saudara saya yang lagi perlu dengan
saya," aku mencoba berbohong.
"Kenapa dia nggak hubungi HP kamu..?"
Aku agak gugup juga. Untunglah aku dapat menguasai keadaan.
"Mungkin nggak dapat signal, Tante."
"Maaf Tante, saya mungkin nggak bisa lama-lama. Saya harus kembali ke
kantor."
Tanpa meminta persetujuannya aku segera mandi dan langsung merapihkan diri.
Selesai merapihkan diri, kulihat Tante Ella masih dalam keadaan bugil. Tampak
sekali bentuk tubuhnya yang... apa lagi saat dia berjalan dan mengambil sesuatu
di tasnya.
"Nih untuk kamu Rud..!" Tante Ella rupanya mengambil uang di Tasnya
untukku.
"Nggak usah Tante..." aku mencoba menolak.
"Tidak apa-apa, Tante puas dengan permainan kamu, Rud."
Tante Ella memaksa dan memasukkan uang tersebut di kantong celanaku. Setelah
berbasa-basi akan menghubungi kembali dan mengucapkan terima kasih, aku segera
pergi dan langsung menuju parkiran, "Bebas sudah aku," pikirku.
Baru saja pantatku duduk di belakang setir, pagerku berbunyi kembali.
"Saya janda usia 35 tahun, bersih, putih dan sexy, harap hubungi saya di
08169xxxxx."
Wah, ramai juga nih order, namun mengingat aku banyak kerjaan di kantor dan aku
takut ketemu yang seperti Tante Ella, aku cuekin pesan itu sementara dan
kembali ke kantor.Terus... (Kalau tidak salah waktu itu aku dapat 6 orang tante
dan 4 di antaranya seperti Tante Ella, yang 2-nya agak bagus. Ada satu yang
berdua dengan suaminya. Pokoknya benar-benar pengalaman baru. Kalau tidak
percaya, silakan coba!)
TAMAT
Terimakasih Sobat. Link Sobat juga sudah saya pasang.
ReplyDeleteSilakan dicek dalam daftar blog sahabat yang ada di beranda.
@AYAHE MELA, sudah saya cek. sama2 sobat...
Deletewah....keren brow critane. gkgkgk
ReplyDelete